AREK “BENTENG KOTA” SURABAYA DALAM KARYA M. SOCHIEB
Penulis: Nanang Purwono
Di antara para pelukis, khususnya asal
Surabaya, M. Sochieb adalah sosok pelukis yang sangat identik dengan
peristiwa kepahlawanan 10 Nopember. Selain sebagai pelaku sejarah dalam
peristiwa pertempuran Surabaya, corak lukisannya sangat naturalis
sehingga dirinya mampu memvisualkan kisah-kisah pertempuran Surabaya.
Melalui karya-karyanya, kita diajak mengenal serangkaian peristiwa
heroik ketika pemuda-pemuda Surabaya (arek-arek Suroboyo) rela
mengorbankan jiwa dan ‘raganya’ untuk melindungi kedaulatan bangsa dan
kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. M. Sochieb
lahir di Surabaya pada 1931 dan ketika pecah perang di Surabaya tahun
1945, dirinya masih tergolong remaja. Usianya baru 14 tahun.
Darah muda yang mengalir seiring dengan
gejolak denyut nadi bangsanya membuat Sochieb bersatu dalam barisan
rakyat. Bersama rakyat Surabaya, ia pun menyingsingkan lengan baju untuk
negara. Dari berbagai kesaksian itulah, ia mencoba memvisualkan kisah
pertempuran Surabaya melalui karya seninya. Sesungguhnya arek Suroboyo
ini mulai belajar melukis di usia 31 tahun. Mungkin dalam hati Sochieb,
tak ada kata terlambat untuk belajar termasuk belajar melukis. Ketika
itu ia belajar melukis dari pelukis Surabaya INDRA HADI KUSUMA. Dengan
berbekal semangat belajar yang besar dan tujuan yang mulia, ia pun
tumbuh menjadi seorang pelukis yang handal. Melalui aliran lukisannya
yang naturalis, Sochieb memvisualkan berbagai peristiwa pertempuran yang
terjadi di kota Surabaya dengan indahnya.
Tahun 1965 ia mulai pameran di Jakarta
bersama para pelukis Jawa Timur dan sejak tahun 1970 ia pun secara rutin
menyelenggarakan pameran lukisan setiap tanggal 10 Nopember di Surabaya
dan Jakarta. Tujuannya menyelenggarakan pameran lukisan setiap 10
Nopember di Surabaya dan Jakarta. Tujuannya untuk memperingati hari
Pahlawan dan berbagi informasi kepada generasi penerus bangsa.
Beberapa reproduksi karya Sochieb sebagai gambaran betapa arek-arek
Suroboyo itu telah rela berkorban sebagai benteng kota demi kedaulatan
bangsa dan kemerdekaan yang telah diraihnya. Berikut kisah arek “benteng
kota” Suroboyo dalam lukisan karya M. Sochieb yanag dikutip dari sumber
“Peristiwa 10 November 1945 Dalam Lukisan”.INSIDEN BENDERA
Banteng-banteng Surabaya dengan dada sebagai tameng rela berkorban demi tegaknya kedaulatan bangsa. Mereka pun berani memanjat menara hotel demi berkibarnya Merah-Putih. (Karya: Sochieb, melacak jejak tembok kota SOERABAIA. hlm. 116)
SEMANGAT MENGABDI
Tetes air mata dan doa tulus bunda adalah bekal semangat dan tekad baja. Kami bangkit mengayun langkah pasti, membuka dada menyerahkan jiwa dan raga bagi ibu pertiwi. (Karya: Sochieb, melacak jejak tembok kota SOERABAIA. hlm. 120)
Tetes air mata dan doa tulus bunda adalah bekal semangat dan tekad baja. Kami bangkit mengayun langkah pasti, membuka dada menyerahkan jiwa dan raga bagi ibu pertiwi. (Karya: Sochieb, melacak jejak tembok kota SOERABAIA. hlm. 120)
GAGAH BERANI
Berperang tanpa strategi adalah kesia-siaan. Mati tanpa arti. Kami sadar akan kekuatan sendiri. Menyergap musuh, merebut benteng.
(Karya: Sochieb, melacak jejak tembok kota SOERABAIA. hlm. 121)
Berperang tanpa strategi adalah kesia-siaan. Mati tanpa arti. Kami sadar akan kekuatan sendiri. Menyergap musuh, merebut benteng.
(Karya: Sochieb, melacak jejak tembok kota SOERABAIA. hlm. 121)
JALAN MENUJU DAMAI
Perang telah menelan nilai-nilai kemanusiaan, kehancuran, kesengsaraan dan kematian. Meski semua tiada sia-sia namun, demi hak tanah merdeka, masih ada syarat tanpa pengurbanan, yakni :”Jalan Damai”
Perang telah menelan nilai-nilai kemanusiaan, kehancuran, kesengsaraan dan kematian. Meski semua tiada sia-sia namun, demi hak tanah merdeka, masih ada syarat tanpa pengurbanan, yakni :”Jalan Damai”